Kamis, 03 Januari 2013
Rabu, 02 Januari 2013
PENGERTIAN STRATEGI PEMBELAJARAN
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pada
mulanya istilah strategi digunakan dalam dunia militer dan diartikan sebagai
cara penggunaan seluruh kekuatan militer untuk memenangkan suatu peperangan.
Seorang yangb erperang dalam mengatur strategi, untuk memenagkan peperangan
sebelum melakukan tindakan, ia akan menimbang bagaimana kekuatan pasukan yang
dimilikinya baik dilihat dari kuantitas maupun kualitasnya. Setelah semuanya
diketahui, baru kemudian ia akan menyusun tindakannya yang harus dilakukan,
baik tentang siasat peperangan yang harus dilakukan, taktik dan teknik
peperangan, maupun waktu yang tepat untuk melakukan serangan. Dengan demikian
dalam menyusun strategi perlu memperhitungkan berbagai faktor, baik dari dalam
maupun dari luar.
Istilah
strategi, sebagaimana banyak istilah lainnya, dipakai dalam banyak konteks
dengan makna yang tidak selalu sama. Didalam konteks belajar mengajar, strategi
berarti pola umum perbuatan guru-peserta didik didalam perwujudan kegiatan
balajar-mengajar. Sifat umum pola tersebut berarti bahwa macam dan urutan
perbuatan yang dimaksud tampak dipergunakan atau dipercayakan guru dan peserta
didik didalam macam-macam peristiwa belajar. Dengan demikian maka komsep
strategi dalam hal ini merujuk pada karakteristik abstrak rentetan perbuatan guru
dan peserta didik didalam peristiwa belajar-mengajar. Implisit dibalik
karakteristik abstrak itu adalah rasional yang membedakans trategi yang satu
dari strateegi yang lain secara fundamental. Istilah lain yang yang juga
dipergunakan untuk maksud ini adalah model-model mengajar. Sedangkan rentetan
perbuatan guru-peserta didik dalam suatu peristiwa belajar-mengajar
aktual tertentu, dinamakan prosedur instruksional.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan strategi pembelajaran
2. Bagaimana
konsep dasar strategi pembelajaran
3. Apa
saja pembagian klasifikasi strategi pembelajaran
4. Bagaimana
komponens trategi pembelajaran
C. Tujuan
Penulisan
Tujuan dasar dari
penulisan makalah ini secara umum adalah untuk menambah wawasan bagi
mahasiswa, sedangkan secara khusus:
1. Untuk
mengetahui pengertian strategi pembelajaran
2. Untuk
mengetahui konsep dasar strategi pembelajaran
3. Untuk
mengetahui klasifikasi strategi pembelajaran
4. Untuk
mengetahui komponen strategi pembelajaran
D. Metode
Penulisan
Penulisan makalah ini melalui metode
library research yaitu mencari sumber-sumber dari berbagai buku-buku yang ada
di perpustakaan, dan juga melalui situs-situs internet yang terkait dengan
makalah ini.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Strategi Pembelajaran
Strategi
berasal dari bahasa yunani yaitu strategos yang artinya suatu usaha untuk
mencapai suatu kemenangan dalam suatu peperangan awalnya digunakan dalam
lingkungan militer namun istilah strategi digunakan dalam berbagai bidang yang
memiliki esensi yang relatif sama termasuk diadopsi dalam konteks pembelajaran
yang dikenal dalam istilah strategi pembelajaran.[1]
Menurut
J.R David (1976) strategi pembelajaran adalah perencanaan yang berisi tentang
rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Sementara itu dick and Carey (1985) berpendapat bahwa strategi pembelajaran
adalah suatu set materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan bersama-sama
untuk menimbulkan hasil belajar siswa/peserta latih.
Pendapat
dari moedjiono (1993) strategi pembelajaran adalah kegiatan guru untuk
memikirkan dan mengupayakan terjadinya konsisiten antara aspek-aspek dari
komponen pembentuk sistem pembelajaran, dimana untuk itu guru menggunakan
siasat tertentu.
Merujuk
dari beberapa pendapat diatas strategi pembelajaran dapat dimaknai secara
sempit dan luas. Secara sempit strategi mempuanyai kesamaan dengan metoda yang
berarti cara untuk mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan. Secara luas
strategi dapat diartikan sebagai suatu cara penetakapan keseluruhan aspek yang
berkaitan dengan pencapaian tujuan pembelajaran, teramasuk perencanaan,
pelaksanaan dan penilaian.
Setelah
mencermati konsep strategi pembelajaran, kita perlu mengkaji pula tentang
istilah lain yang erat kaitannya dengan strategi pembelajaran dan memiliki
keterkaitan makna yaitu pendekatan, metoda, dan teknik.
a)
Pendekatan pembelajaran adalah suatu cara pandang dalam
melihat dan memahami situasi pembelajaran. Terdapat dua pendekatan dalam pembelajaran
yaitu pendekatan yang berpusat pada guru (teacher centred approach) dan
pendekatan yang berpusat pada siswa (student centred approach).
b)
Metode pembelajaran adalah cara yang digunakan guru dalam
menyampaikan bahan agar tujuan atau kompetensi dasar tercapai.
Strategi
pembelajaran berbeda dengan desain instruksional karena strategi
pembelajaranberkenaan dengan kemungkinan variasi pola dalam arti macam dan
urutan umum perbuatan belajr-mengajar yang secar prinsip berbeda antara yang
satu dengan yang lain, sedangkan desain instruksional menunjuk pada cara-cara
merencanakan sesuatu sistem lingkungan belajar tertentu, setelah ditetapkan
untuk menggunakan satu atau lebih strategi pembelajaran tertentu. Kalau
disejajarkan dalam pembuatan rumah, pembicaraan tentang (bermacam-macam)
strategi pembelajaran adalah ibarat melacak berbagai kemungkinan macam rumah
yang akan dibangun, sedangkan desain instruksional adalah penetapan cetak biru
rumah yang akan dibangun itu serta bahan-bahan yang diperlukan dan urutan
langkah-laangkah konstruksinya maupun kreterian penyelesaian dari tahap ke
tahap sampai dengan penyelesaian akhir, setelah ditetapkan tipe rumah yang akan
dibuat.[2]
B. Konsep
Dasar Strategi Pembelajaran
Menurut Mansur
(1991) terdapat empat konsep dasar strategi pembelajaran:
- Mengidentifikasikan serta menetapkan tingkah laku dari kepribadian anak didik sebagaimana yang diharapkan sesuai tuntutan dan perubahan zaman.
- Mempertimbangkan dan memilih sistem belajar mengajar yang tepat untuk mencapai sasaran yang akurat.
- Memilih dan menetapkan prosedur, metode dan teknik belaajr mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan guru dalam menunaikan kegiatan mengajar.
- Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria serta standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman bagi guru dalam melakukan evaluasi hasil kegiatan belajar mengajar yang selanjutnya akan dijadikan umpan balik untuk penyempurnaan sistem instruksional yang bersangkutan secara keseluruhan.[3]
C. Pengelompokan
Strategi Pembelajaran
Dalam
hal ini ada dua pengelompokan yaitu pengelompokan dari Gagne dan Briggs dan
pengelompokan menurut Bruce Joyce dan Marsha Weil.
- Pengelompokan Gagne dan Briggs
Kedua pakar ini
mengelompokan strategi pengajaran menurut dasarnya menjadi lima macam:
a. Pengaturan
Guru Dan Peserta Didik
b. Struktur
Even Dan Pengajaran
c. Peranan
Guru-Peserta Didik Dalam Mengolah Pesen
d. Proses
Pengolahan Pesan
e. Tujuan-Tujuan
Belajar
2. Pengelompokan
Bruce Joyce dan marsha Weil
Pengelompokan
ini lebih komprehinsif dibandingkan dengann pengelompokan Gagne dan Briggs
sebagai mana yang diuraikan didepan.
Bruce
Joyce dan Marsha Weil mengemukakan empat klasifikasi model-model
pengajaran/mengajar:
a. Klasifikasi
Model-Model Interaksi Sosial
b. Klasifikasi
Model-Model Pengolahan Informasi
c. Klasifikasi
Model-Model Personal-Humanistik
d. Klasifikasi
Model-Model Modifikasi Tingkah Laku.
D.Variabel-Variabel
Strategi Pembelajaran
1. Tujuan
dan Bahan Pelajaran
Belajar
terjadi pada situasi tetentu, yang berbeda dari situasi lain yaitu yang desebut
pembelajaran. Pembelajaran merupakan suatu sistem lingkungan belajar yang
terdiri dari komponen atau unsur: tujuan, bahan, strategi, alat, siswa, dan
guru. Seperti yang telah anda ketehui bahwa tujuan pembelajaran menurut Bloom
dkk meliputri tiga ranah, yaitu pengetahuan (kognitif), keterampilan
(psikomotorik) dan sikap (afektif).
Menurut
pendapat Gagne (1988) mengelompokan kemampuan-kemampuan sebagai hasil belajar
didalam lima kelompok, yaitu:[4]
a)
Keterampilan Intelektual; merupakan ketermpilan pikiran,
yang jika dihubungkan dengan pendapat Bloom termasuk ranah kognitif.
Keterampilan intelektual terbagi atas beberapa tahapan.
1. Diskriminasi
2. Konsep-konsep
konkrit
3. Konsep
terdefinisi
4. Aturan-aturan
5. Aturan-aturan
tingkat tinggi
b)
Strategi Kognitif; merupakan suatu proses kontrol, yaitu
suatu proses interrnal yang digunakan seseorang untuk memilih dan mengubah
cara-cara memberikan perhatian, belajar, mengingat, dan berfikir (gagne, 1985).
c)
Invormasi Verbal; yang termasuk verbal ialah nama atau
label, fakta dan pengetahuan. Tujuan akhir pelajaran informasi verbal adalah
seseorang mengetahuinya (mampu mengingatnya). Informasi verbal diperoleh
seseorang melalui pendengaran (katak-kata ynag diucapkan oleh orang lain,
radio, tv, dan sejenisnya) dan melalui membaca.
d)
Keterampilan Motorik; yang dimaksud
ketermpilan-keterampilan motorik tidak hanya mencakup kegiatan-kegiatan fisik,
akan tetapi digabung dengan keterampilan intelektual.
e)
Sikap; Sikap (afektif) merupakan salah satu ranah
perilaku manusia atau siswa yang merupakan kegiatan dari tujuan pendidikan yang
tidak dapat dipisahkan dari ranah kognitif dan psikomotorik. Jujur, sopan,
ramah, suka menolong orang lain, hati-hati, rajin, kreatif, kritis, disiplin,
dan sejenisnya merupakan sikap-sikap positif yang harus dibentuk dan
dikembangkan pada diri setiap peserta didik.
E. Klasifikasi
Strategi Pembelajaran
Strategi dapat di
klasifikasikan menjadi 4, yaitu:[5]
1.
Strategi pembelajaran langsung
Strategi
pembelajaran langsung merupakan pembelajaran yang banyak diarahkan oleh guru.
Strategi ini efektif untuk menentukan informasi atau membangun keterampilan
tahap demi tahap. Pembelajaran langsung biasanya bersifat deduktif.
Kelebihan
strategi ini adalah mudah untuk direncanakan dan digunakan, sedangkan kelemahan
utamanya dalam mengembangkan kemampuan-kemampuan, proses-proses, dan sikap yang
dipergunakan untuk pemikiran kritis dan hubungan interpersonal serta belajar
kelompok. Agar peserta didik dapat mengembangkan sikap dan pemikiran kritis,
strategi pembelajaran langsung perlu dikombinasikan dengan strategi
pembelajaran yang lain.
2.
Strategi pembelajaran tak langsung
Strategi
pembelajaran tak langsung sering disebut induktif. Berlawanan dengan strategi
pembelajaran langsung, pembelajaran tak langsung umumnya berpusat pada peserta
didik, meskipun dua strategi tersebut dapat saling melengkapi. Peranan guru
bergeser dari seseorang penceramah menjadi fasilitator. Guru mengelola
lingkungan belajar dan memberikan kesmpatan peserta didik untuk terlibat.
3.
Strategi pembelajaran
interaktif
Pembelajaran
interaktif menekankan pada diskusi dan sharing di antara peserta didik. Diskusi
dan sharing memberi kesempatan peserta didik untuk bereaksi terhadap gagasan,
pengalaman, pendekatan dan pengetahuan guru atau temannya dan untuk membangun
cara alternatif untuk berfikir dan merasakan.
4.
Strategi pembelajaran empirik
Strategi
pembelajaran empirik berorientasi pada kegiatan induktif, berpusat pada peserta
didik, dan berbasis aktivitas. Refleksi pribadi tentang pengalaman dan
formulasi perencanaan menuju penerapan pada konteks yang lain merupakan faktor
kritis dalam pembelajaran empirik yang efektif.
5.
Strategi pembelajaran
mandiri
Belajar
mandiri merupakan strategi pembelajaran yang bertujuan untuk membangun
inisiatif individu, kemandirian, dan peningkatan diri. Fokusnya adalah pada
perencanaan belajar mandiri oleh peserta didik dengan bantuan guru. Belajar
mandiri juga bisa dilakukan dengan teman atau sebagai bagian dari kelompok
kecil.
F. Komponen
Strategi Pembelajaran
Pembelajaran
merupakan suatu sistem instruksional yang mengacu pada seperangkat komponen
yang saling bergantung satu sama lain untuk mencapai tujuan. Suatu selaku
sistem, pembelajaran meliputi suatu komponen, antar lain, tujuan, guru, peserta
didik, evaluasi, dan sebagainya. Agar tujuan tercapai, semua komponen harus ada
diorganisasikan sehingga antar sesama komponen terjadi kerja sama. Oleh karena
itu, guru tidak bolah hanya memperhatikan komponen-komponen tertentu saja
misalnya metode, bahan den evaluasi saja, tetapi ia harus mempertimbangkan
komponen secara keseluruhan.
Komponen-komponen
strategi pembelajaran tersebut akan mempengaruhi jalannya pembelajaran, untuk
itu semua komponen strategi pembelajaran merupakan faktor yang berpengaruh
terhadap strategi pembelajaran. Untuk lebih mempermudah menganalisis faktor
yang berpengaruh terhadap strategi pembelajaran, komponen strategi pembelajaran
dapat dikelompokan menjadi tiga yaitu:
a.
Peserta didik sebagai raw input
b.
Intering behavior peserta didik
c.
Instrumental input atau sasaran
G. CBSA Sebuah
Strategi Pembelajaran
CBSA
(cara belajar siswa aktif) sebagai istilah yang sama maknanya dengna student
active learning (SAL). “CBSA bukanlah sebuah “ilmu” atau “teori”, tetapi
merupakan salah satu strategi partisipasi peserta didik sebagi subjek didik
secara optimal sehingga peserta didik mampu merubah dirinya (tingkah laku, cara
berfikir, dan bersikap) secara lebih efektif dan efisien.
Mc
Kenchie (1954) mengisyaratkan bahwa variasi kadar CBSA itu dipengaruhi oleh
tujuh faktor.
1.
Faktor partisipasi peserta didik dalam menetapkan tujuan
pengajaran misalnya, tujuan dirusmuskan supaya peserta didik mempelajari
bunyi-bunyi vokal bahasa indonesia.
2.
Stressing pada segi efektif dalam pengajaran seperti
tujuan tersebut maka segi efektif dapat ditumbuhkan dengan menjelaskan peranan
bunyi-bunyi vokal dalam menentukan makana kata.
3.
Interaksi guru dan peserta didik dalam kel;as
pengajaran. Hendaknya diupayakan oleh guru suatu interaksi optimal (komunikasi
multi arah)
4.
Tanggapan guru terhadap peserta didik.
5.
Rasa keterpaduan dalam kelompok kelas.
6.
Pengambilan keputusan terhadap sesuatu masalah oleh
peserta didik.
7.
Ada cukup waktu untuk memberikan bimbingan bagi peserta
didik.
Dr
Nana Sudjana berpendapat bahwa, optimalitas keterlibatan/ keaktifan belajar
siswa itu dapat dikondisikan. Menurutnya, melalui indikator CBSA dapat
dilihat tingkah laku manan yang muncul dalam suatu proses pengajaran
berdasarkan apa yang dirancang oleh
1.
Dari Segi Peserta Didik
2.
Dari Segi Guru.
3.
Dari Segi Program
4.
Dari Segi Situasi Belajar
5.
Dari Segi Sarana Belajar.
BAB
III
PENUTUP
Strategi
pembelajaran sangat dibutuhkan oleh setiap guru karena terdapat
kegiatan-kegiatan yang dapat digunakan dan dimanfaatkan serta tersusun untuk
mencapai tujuan. Tiap proses belajar memiliki strategi pembelajran tertentu.
Gunanya adalah agar peserta belajar dapat mengikuti proses belajar demikian
pula sehingga mampu mencapai manfaat belajar yang maksimum.
Seorang
guru bisa menggunakan berbagai bentuk strategi yang digunakan agar siswa tidak
merasa bosan pada saat proses belajar mengajar berlangsung sehingga kelas akan
terasa lebih hidup dan menyenangkan.
DAFTAR
PUSTAKA
Masitoh &
Laksmi Dewi, Strategi Pembelajaran, Jakarta: DEPAG RI, 2009
Abu Ahmadi dan Joko
Tri Prasetya, Strategi Belajar Mengajar, Bandung: Pusaka Setia,
2003.
Paturrohmah, Pupuh
dan Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar, Bandung: Refika
Aditama, 2007.
Ahmad Rohani,
Pengelolaan Pembelajaran, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004, hal
[1] Masitoh
& Laksmi Dewi, Strategi Pembelajaran, Jakarta: DEPAG RI, 2009,
hal 37.
[2] Abu
Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, Strategi Belajar Mengajar, Bandung:
Pusaka Setia, 2003, hal 47.
[3] Paturrohmah,
Pupuh dan Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar, Bandung: Refika
Aditama, 2007, hal 46.
[4] Masitoh
& Laksmi Dewi, Strategi Pembelajaran, Jakarta: DEPAG RI,
2009, hal
[6][6] Ahmad
Rohani, Pengelolaan Pembelajaran, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004, hal 63.
Pengertian, Ruang Lingkup dan Objek Kajian Studi Islam
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Studi-studi
agama dewasa ini mengalami perubahan orientasi yang jauh berbeda jika
dibandingkan dengan kajian-kajian agama sebelum abad ke-19. Umumnya pengkajian
agama sebelum abad ke-19 memiliki beberapa karakteristik yang antara lain,
sinkritisme, penemuan arca baru, dan untuk kepentingan misionari dipicu oleh
semangat dan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga orientasi dan metodologi
studi islam mengalami perubahan.
Adapun studi
islam sendiri merupakan ilmu keislaman mendasar. Dengan studi ini, pemeluknya
mengetahui dan menetapkan ukuran ilmu, iman dan amal perbuatan kepada allah
swt. Diketahui pula bahwa islam sebagai agama yang memiliki banyak dimensi
yaitu mulai dari dimensi keimanan, akal fikiran, politik ekonomi, ilmu
pengetahuan dan teknologi lingkungan hidup, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Untuk memahami berbagai dimensi ajaran islam tersebut jelas memerlukan berbagai
pendekatan yang digali dari berbagai disiplin ilmu. Selama ini islam banyak
dipahami dari segi teologis dan normative.
B. RUMUSAN MASALAH
Dalam
makalah ini agar lebih mudah untuk dipahami maka penulis berupaya untuk
memberikan batasan hingga dapat dimengerti dengan jelas isi makalah ini sendiri
secara baik dengan rumusan sebagai berikut:
1. Apakah pengertian studi Islam
2. Bagaimanakah Ruang lingkup studi
Islam
3. Kedudukan pengantar studi Islam
4. Islam sebagai objek kajian
5. Islam normatif dan historis
C. TUJUAN MASALAH
- Mengetahui pengertian studi
islam
- Mengetahui ruang lingkup studi
islam
- Mengetahui kedudukan pengantar
studi islam
- Mengetahui islam sebagai objek
kajian
- Mengetahui islam normatif dan
historis
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Studi Islam
Studi Islam secara etimologis merupakan terjemahan dari Bahasa Arab Dirasah Islamiyah. Sedangkan Studi Islam di barat
dikenal dengan istilah Islamic Studies. Maka studi Islam secara harfiah adalah
kajian mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Islam. Makna ini sangat umum sehingga
perlu ada spesifikasi pengertian terminologis tentang studi Islam dalam kajian
yang sistematis dan terpadu. Dengan perkataan lain, Studi Islam adalah usaha
sadar dan sistematis untuk mengetahui dan memhami serta membahas secara
mendalam tentang seluk-beluk atau hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam,
baik berhubungan dengan ajaran, sejarah maupun praktik-praktik pelaksanaannya
secara nyata dalam kehidupan sehari-hari, sepanjang sejarahnya.[1]
Studi Islam
diarahkan pada kajian keislaman yang mengarah pada tiga hal: 1) Islam yang
bermuara pada ketundukan atau berserah diri, 2) Islam dapat dimaknai yang
mengarah pada keselamatan dunia dan akhirat, sebab ajaran Islam pada hakikatnya
membimbing manusia untuk berbuat kebajikan dan menjauhi semua larangan,
3) Islam bermuara pada kedamaian.[2]
Usaha
mempelajari agama Islam tersebut dalam kenyataannya bukan hanya dilaksanakan
oleh kalangan umat Islam saja, melainkan juga dilaksanakan oleh
orang-orang di luar kalangan umat Islam. Studi keislaman di kalangan umat Islam
sendiri tentunya sangat berbeda tujuan dam motivasinya dengan yang dilakukan
oleh orang-orang di luar kalangan umat Islam. Di kalangan umat Islam, studi
keislaman bertujuan untuk memahami dan mendalami serta membahas ajaran-ajaran
Islam agar mereka dapat melaksanakan dan mengamalkannya dengan benar. Sedangkan
di luar kalangan umat Islam, studi keislaman bertujuan untuk mempelajari
seluk-beluk agama dan praktik-praktik keagamaan yang berlaku di kalangan mat
Islam, yang semata-mata sebagai ilmu pengetahuan (Islamologi). Namun
sebagaimana halnya dengan ilmu-ilmu pengetahuan pada umumnya, maka ilmu
pengetahuan tentang seluk-beluk agama dan praktik-praktik keagamaan Islam
tersebut bisa dimanfaatkan atau digunakan untuk tujuan-tujuan tertentu, baik
yang bersifat positif maupun negative.
Para ahli
studi keislaman di luar kalangan umat Islam tersebut dikenal dengan kaum
orientalis (istisyroqy), yaitu orang-orang Barat yang mengadakan studi
tentang dunia Timur, termasuk di kalangan dunia orang Islam. Dalam praktiknya,
studi Islam yang dilaukan oleh mereka, terutama pada masa-masa awal mereka
melakukan studi tentang dunia Timur, lebih mengarahkan dan menekankan pada
pengetahuan tentang kekurangan-kekurangandan kelemahan-kelemahan ajaran agama
Islam dan praktik-praktik pemgalaman ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari
uamat Islam. Nmaun, pada masa akhir-akhir ini banyak juga di antara para
orientalis yang memberikan pandangan-pandangan yang objektif dan bersifat
ilmiah terhadap Islam dan umatnya. Tentu saja pandangan-pandangan yang demikian
itu kan bisa bermanfaat bagi pengembangan studi-studi keislaman di kalangan
umat Islam sendiri.
Kenyataan
sejarah menunjukkan (terutama setelah masa keemasan Islam dan umat Islam sudah
memasuki masa kemundurannya) bahwa pendekatan studi Islam yang mendominasi
kalangan umat Islam lebih cenderung bersifat subjektif, apologi, dan doktriner,
serta menutup diri terhadap pendekatan yang dilakukan orang luar yang bersifat
objektif dan rasional. Dengan pendekatan yang bersifat subjektif apologi dan
doktriner tersebut, ajaran agama Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan hadits
–yang pada dasarnya bersifat rasional dan adaptif terhadap tuntutan
perkembangan zaman- telah berkembang menjadi ajaran-ajaran yang baku dan kaku
serta tabu terhadap sentuhan-sebtuhan rasional, tuntutan perubahan, dan perkembangan
zaman. Bahkan kehidupan serta keagamaan serta budaya umat Islam terkesan
mandek, membeku dan ketinggalan zaman. Ironisnya, keadaan yang demikian inilah
yang menjadi sasaran objek studi dari kaum orientalis dalam studi keislamannya.[3]
B. Ruang Lingkup Studi Islam
Agama sebagai obyek studi minimal
dapat dilihat dari tiga sisi:
1. Sebagai
doktrin dari tuhan yang sebenarnya bagi para pemeluknya sudah final dalam arti
absolute, dan diterima apa adanya.
2. Sebagai
gejala budaya, yang berarti seluruh yang menjadi kreasi manusia dalam kaitannya
dengan agama, termasuk pemahaman orang terhadap doktrin agamanya.
3. Sebagai
interaksi sosial, yaitu realitas umat islam.
Bila islam dilihat dari tiga sisi, maka ruang lingkup
studi islam dapat dibatasi pada tiga sisi tersebut. Oleh karena sisi doktrin merupakan
suatu kenyakinan atas kebenaran teks wahyu, maka hal ini tidak memerlukan
penelitian didalamnya.[4]
C. KEDUDUKAN STUDI ISLAM DENGAN MATA
KULIAH LAIN
Seiring
berkembangnya zaman, mempelajari metodologi studi islam diharapkan dapat
mengarahkan kita untuk untuk mengadakan usaha-usaha pembaharuan dalam pemikiran
aiaran-ajaran islam yang merupakan warisan doktriner yang dianggap sudah mapan
dan sudah mandek serta ketinggalan zaman tersebut, agar mampu beradaptasi serta
menjawab tantangan serta tuntutan zaman dan modernisasi dunia dengan tetap
berpegang terhadap sunber agama islam yang asli, yaitu al-qur’an dan as-sunnah.
Mempelejari metodologi studi islam juga diharapkan mampu memberikan pedoman dan
pegangan hidup bagi umat islam agar tetap menjadi muslim yang sejati yang mampu
menjawab tantangan serta tuntutan zaman modern maupun era-globalisasi sekarang
ini[5]
Maka dari
itu kedudukan studi islam sangatlah penting peranannya dari semua disiplin ilmu
lain yang menyangkut tentang aspek islam, karena studi islam merupakan disiplin
ilmu yang menerangkan dasar seseorang dalam beragama. Oleh karenanya diharapkan
mata kuliah ini harus ada dalam setiap studi ilmu khususnya di Indonesia.
Dengan
mempelajari studi islam, Mahasiswa diharapkan mempunyai pegangan hidup yang
pada akhirnya dapat menjadi muslim sejati.
D. ISLAM SEBAGAI OBJEK KAJIAN
Dari
fenomena sosial yang terjadi di dalam masyarakat, Islam memang menarik untuk
dijadikan sebagai objek kajian dan dalam mengkaji Islam, tentu kita harus
berpedoman pada dua sumber otentiknya yakni Alquran dan hadis.
Orang yang
memeluk Agama Islam, yang disebut muslim adalah orang yang bergerak menuju
ketingkat eksistensi yang lebih tinggi. Demikian yang tergambar dalam konotasi
yang melekat dalam kata Islam apabila kita melakukan suatu kajian tentang arti
Islam itu sendiri.
Untuk memecahkan
masalah yang timbul dalam masyarakat, maka seorang muslim mengadakan suatu
penafsiran terhadap Alquran dan hadis sehingga timbullah pemikiran Islam, baik
yang bersifat tekstual maupun kontekstual.
Islam
sebagai agama, pemikiran atau penafsiran Alquran dan hadis, juga sebagai objek
kajian, sebuah sistem yang hidup dan dinamis. Sistem ini meliputi sebuah
matriks mengenai nilai dan konsep yang abadi. Hidup dan realistis sehingga
memberikan karakter yang unik bagi peradaban. Karena Islam merupakan suatu sistem
total, maka nilai dan konsep ini menyerap setiap aspek kehidupan manusia.
Islam
sebagai agama teologis juga merupakan agama pengetahuan yang melahirkan beragan
pemikiran, lahirnya pemikiran ini memberi indiksi yang kuat bahwa pada dataran
pemahaman dan aktualisasi nilai Islam merupakan suatu wujud keterlibatan
manusia dalam Islam, dan bukan berarti mereduksi atau mentransformasikan
doktrin esensialnya. Bukankah dalam Islam telah memotivasi pelibatan akal
pikiran untuk dikenali, diketahui dan diimplementasikan ajarannya (QS. 96;1).
Ajarannya yang berbentuk universal hanya bisa ditangkap dalam bentuk nilai,
sehingga ketika ia turun dan jatuh ke tangan manusia, ia baru menjadi bentuk
(Muhammad Wahyudi Nafis, 7).
Jadi, ketika pemikiran hendak masuk dalam wilayah Islam untuk dikaji dengan beragam intensi dan motif, sudut pandang atau perspektif, metodologi dan berbagai aspeknya, maka dalam proses dan bentuknya kemudian, Islam dapat dipandang sebagai pemikiran. Islam yang ditunjuk di sini tentu bukan saja apa yang terdapat dalam Alquran dan hadis (tekstuan dan skriptual) tetapi mencakup juga Islam yang berupa pemahaan dan pengejawantahan nilai-nilainya.[6]
Jadi, ketika pemikiran hendak masuk dalam wilayah Islam untuk dikaji dengan beragam intensi dan motif, sudut pandang atau perspektif, metodologi dan berbagai aspeknya, maka dalam proses dan bentuknya kemudian, Islam dapat dipandang sebagai pemikiran. Islam yang ditunjuk di sini tentu bukan saja apa yang terdapat dalam Alquran dan hadis (tekstuan dan skriptual) tetapi mencakup juga Islam yang berupa pemahaan dan pengejawantahan nilai-nilainya.[6]
Islam
berbentuk nilai-nilai, jika pemikiran (akal pikiran) dilibatkan dalam proses
memahami dan mengaktualisasikannya dalan senarai sejarah Pemikiran Islam
terpotret bagaimana pemikiran peminat studi Islam memberi andil kreatif dan
signifikan terhadap bangunan pemahaman ajaran Islam dalam berbagai dimensinya
yang melahirkan berbagai jenis pengetahuan Islam (ulumul Islam) seperti
teologis, filsafat Islam, ulumul Quran dan hadis, ilmu-ilmu syariah dan
sebagainya.
Jadi,
mengkaji Islam sebagai pemikiran berarti mempelajari apa yang dipahami oleh
pemikir-pemikir yang telah mengkaji ajaran-ajaran Islam yang melahirkan bentuk
pemahaman atau kajian tertentu.
E. ISLAM NORMATIF DAN HISTORIS
1. Islam Normatif
Islam
normatif adalah islam pada dimensi sakral yang diakui adanya realitas
transendetal yang bersifat mutlak dan universal, melampaui ruang dan waktu atau
sering disebut realitas ke-Tuhan-an.[7]
Kajian islam
normatif Melahirkan tradisi teks : tafsir, teologi, fiqh, tasawuf, filsafat.
Ø Tafsir : tradisi penjelasan dan pemaknaan kitab suci
Ø Teologi : tradisi pemikiran tentang persoalan ketuhanan
Ø Fiqh :
tradisi pemikiran dalam bidang yurisprudensi (tata hukum)
Ø Tasawuf : tradisi pemikiran dan laku dalam pendekatan diri pada Tuhan
Ø Filsafat : tradisi pemikiran dalam bidang hakikat kenyataan, kebenaran
dan
2. Islam Historis
Islam
historis adalah islam yang tidak bisa dilepaskan dari kesejarahan dan kehidupan
manusia yang berada dalam ruang dan waktu. Islam yang terangkai dengan konteks
kehidupan pemeluknya. Oleh karenanya realitas kemanusiaan selalu berada dibawah
realitas ke-Tuhan-an.[8]
Dalam
pemahaman kajian Islam historis, tidak ada konsep atau hukum Islam yang
bersifat tetap. Semua bisa berubah. Mereka berprinsip: bahwa pemahaman hukum
Islam adalah produk pemikiran para ulama yang muncul karena konstruk sosial
tertentu. Mereka menolak universalitas hukum Islam. Akan tetapi, ironisnya pada
saat yang sama, kaum gender ini justru menjadikan konsep kesetaraan gender
sebagai pemahaman yang universal, abadi, dan tidak berubah. Paham inilah yang
dijadikan sebagai parameter dalam menilai segala jenis hukum Islam, baik dalam
hal ibadah, maupun muamalah.[9]
Islam
historis merupakan unsur kebudayaan yang dihasilkan oleh setiap pemikiran
manusia dalam interpretasi atau pemahamannya terhadap teks, maka islam pada
tahap ini terpengaruh bahkan menjadi sebuah kebudayaan. Dengan semakin adanya
problematika yang semakin kompleks, maka kita yang hidup pada era saat ini
harus terus berjuang untuk menghasilkan pemikiran-pemikiran untuk mengatasi
problematika kehidupan yang semakin kompleks sesuai dengan latar belakang
kultur dan sosial yang melingkupi kita, yaitu Indonesia saat ini. Kita perlu
pemahaman kontemporer yang terkait erat dengan sisi-sisi kemanusiaan-sosial-budaya
yang melingkupi kita.
Perbedaan
dalam melihat Islam yang demikian itu dapat menimbulkan perbedaan dalam
menjelaskan Islam itu sendiri. Ketika Islam dilihat dari sudut normatif, maka
Islam merupakan agama yang di dalamnya berisi ajaran Tuhan yang berkaitan
dengan urusan akidah dan mu’amalah. Sedangkan ketika Islam dilihat dari sudut
histories atau sebagaimana yang nampak dalam masyarakat, maka Islam tampil
sebagai sebuah disiplin ilmu (Islamic Studies).
Kajian islam
historis melahirkan tradisi atau disiplin studi empiris: antropologi agama,
sosiologi agama, psikologi agama dan sebagainya.
Ø Antropologi agama : disiplin yang mempelajari tingkah laku
manusia beragama dalam hubungannya dengan kebudayaan.
Ø Sosiologi agama : disiplin yang mempelajari sistem relasi
sosial masyarakat dalam
hubungannya dengan agama.
hubungannya dengan agama.
Ø Psikologi agama : disiplin yang mempelajari
aspek-aspek kejiwaan manusia dalam
hubungannya dengan agama
hubungannya dengan agama
3. Hubungan antara kedanya
Hubungan
antara keduanya dapat membentuk hubungan dialektis dan ketegangan. Hubungan
Dialektis terjadi jika ada dialog bolak-balik yang saling menerangi antara teks
dan konteks. sebaliknya akan terjadi hubungan ketegangan jika salah satu
menganggap yang lain sebagai ancaman.
Menentukan
bentuk hubungan yang pas antara keduanya adalah merupakan separuh jalan untuk
mengurangi ketegangan antara kedua corak pendekatan tersebut. Ketegangan bisa
terjadi, jika masing-masing pendekatan saling menegaskan eksistensi dan
menghilangkan manfaat nilai yang melakat pada pendekatan keilmuan yang dimiliki
oleh masing-masing tradisi keilmuan.
Menurut
ijtihad, Amin Abdullah, hubungan antara keduanya adalah ibarat sebuah koin
dengangan dua permukaan. Hubungan antara keduanya tidak dapat dipisahkan,
tetapi secara tegas dan jelas dapat dibedakan. Hubungan keduanya tidak berdiri
sendiri-sendiri dan berhadap-hadapan, tetapi keduanya teranyam, terjalin dan
terajut sedemikian rupa sehingga keduanya menyatu dalam satu keutuhan yang
kokoh dan kompak. Makna terdalam dan moralitaskeagamaan tetap ada, tetap
dikedepankan dan digaris bawahi dalam memahami liku-liku fenomena keberagaman
manusia, maka ia secara otomatis tidak bisa terhindar dari belenggu dan jebakan
ruang dan waktu.[10]
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Arah dan
tujuan studi Islam dapat dirumuskan sebagai berikut: 1) Untuk mempelajari
secara mendalam tentang apa sebenarnya (hakikat)agama Islam itu, dan bagaimana
posisi serta hubungannya dengan agama-agama lain dalam kehidupan budaya
manusia; 2) Untuk mempelajari secara mendalam pokok-pokok isi ajaran agama
Islam yang asli, dan bagaimana penjabaran serta operasionalisasinya dalam
pertumbuhan dan perkembangan budaya dan peradaban Islam sepanjang sejarahnya;
3) Untuk mempelajari secara mendalam sumber dasar ajaran agama islam yang tetap
abadi dan dinamis, dan bagaimana aktualisasinya; 4) Untuk mempelajari secara
mendalam prinsip-prinsip dan nili-nilai dasar ajaran agama Islam, dan bagaimana
realisasinya dalam membimbing dan mengarahkan serta mengontrol perkembangan
budaya dan peradaban manusia pada zaman modern ini
Sedangkan
ruang lingkup studi islam meliputi: 1) Sebagai doktrin dari tuhan yang
sebenarnya bagi para pemeluknya sudah final dalam arti absolute, dan diterima
apa adanya. 2) Sebagai gejala budaya, yang berarti
seluruh yang menjadi kreasi manusia dalam kaitannya dengan agama, termasuk
pemahaman orang terhadap doktrin agamanya.3) Sebagai interaksi sosial, yaitu
realitas umat islam.
Studi islam
mempunyai kedudukan yang lebih tinggi disbanding dengan mata kulaih lain,
karena dalam studi islam, mahasiswa dapat belajar secara mendalam tentang dasar
beragama dan dapat menjadikan pegangan dalam hidupnya.
Islam
normatif merupakan Islam pada dimensi sakral, Islam ideal atau yang seharusnya,
Islam sebagai realitas transendental, yang bersifat mutlak dan universal,
melampaui ruang dan waktu atau sering disebut sebagai realitas ke-Tuhan-an.
Sedangkan islam historis merupakan islam yang tidak bisa dilepaskan dari
kesejarahan dan kehidupan manusia yang berada dalam ruang dan waktu, Islam yang
senyatanya, yang terangkai oleh konteks kehidupan pemeluknya, dan berada di
bawah realitas ke-Tuhan-an.
Hubungan
diantara keduanya dapat berbentuk dialektis maupun ketegangan. Perlu kiranya
dikaji dan ditelaah ulang secara kritis-analitis-akademis dan sekaligus
dialektis sesuai denga kaidah keilmuan historis-empiris pada umumnya. Dengan
demikian hubungan antara kedunaya terasa hidup, segar, terbuka, open ended dan
dinamis.
B. SARAN
Kami yakin
bahwa tulisan kami ini, masih jauh dari sempurna, untuk itu saran dan kritik
dari pembaca, penulis harapkan sekali demi penyempurnaan tulisan/tugas makalah
ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Amin. 1996. Studi Agama:
Normativitas atau Historisitas?. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ali, Mukti. Memahami Beberapa Aspek
Ajaran Islam. Cet. II; Bandung: Mizan, 1993
M. Nurhakim, Metode Studi
Islam, (Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2004)
Muhaimin, et.al.Kawasan dan
Wawasan Studi iSlam,(Jakarta: Kencana, 2005)
Muqowim dkk.2005. Pengantar Studi
Islam. Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga
Yusuf, Mundzirin dkk. 2005. Islam
dan Budaya Lokal. Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga
[3] Yusuf, Mundzirin dkk. 2005.
Islam dan Budaya Lokal. Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga
[7] Abdullah, Amin. 1996. Studi
Agama: Normativitas atau Historisitas?. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hlm 5
Langganan:
Postingan (Atom)